Tampilkan postingan dengan label curahan hati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label curahan hati. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 November 2010

Fenomena Lee Min Ho

"Eh Na, sudah nonton Personal Taste belum?"
"Belum! Film apa tuh? Korea? Bagus ya?"
"Aih...bukan bagus lagi, yang main tuh si Lee Min Ho..."
"Hah? Siapa tuh? Emang gue kenal?"
"Ya kagalah...geblek! Itu yang main di Boys Before Flowers. Cakep banget tau! Gue mimpi punya cowok kayak gitu."
"Waduh, bisa gempa dua hari dua malam kalau loe dapat cowok cakep haha..."
"Siauul loe, Na!"



Begitulah reaksi seorang temanku saat membicarakan seorang Lee Min Ho. Tampaknya wajah tampannya sangat membekas di hati setiap cewek penggemar film Korea. Apalagi sekarang film-film Asia seringkali diputar di televisi swasta kita. Tentu saja penggemar Lee Min Hoo semakin banyak saja. Dan tidak jarang yang akan berpikir seperti temanku tadi. Ingin memiliki pacar yang seperti Lee Min Hoo. Huh! Memangnya gampang memiliki pacar tampan. Sudah dilirik sana sini, nggak cewek saja yang lirik lagi. Cowok-cowok juga banyak yang lirik. Dan kata siapa cowok tampan tidak bersolek. Mereka justru sangat mementingkan kebersihan wajahnya. Aduhh malas dehhh!!!
(Kayak pernah punya cowok tampan saja...)

Memiliki pacar tidak semudah di film. Sekian kali aku behubungan dengan cowok dan sekian kali pula gagal. Kalau ditanya soal tampan atau tidak, pada saat pdkt dan awal jadian pasti terlihat tampan. Mau si cowok lagi nungging pun wajahnya selalu terlihat tampan. (Dodol banget nggak sih...)
Tapi actually they are really handsome kok hehe...bohong kalau aku bilang tidak melihat wajahnya dulu saat pdkt. Justru yang pertama kali dilihat itu ya wajahnya. Nggak mungkin kan pas kenalan lihat pantatnya. (Gosh!!!)

Tetapi setiap manusia itu memang diciptakan berbeda-beda. Mengenali setiap pribadi merupakan hal yang menarik. Untuk itulah kisah cinta selalu diwarnai oleh berbagai cerita. Manis bercampur pahit. Tawa diselingi tangis. Pertemuan yang akan selalu diakhiri dengan perpisahan. Namun perpisahan bukanlah akhir dari hidup. Begitulah dunia ini selalu berputar.

Jika aku bercerita mengenai cowok-cowok yang pernah dekat denganku rasanya banyak sekali kekonyolan yang terselip di dalamnya. Tetapi di situlah aku belajar banyak hal tentang suatu hubungan. Pernah aku dekat dengan seseorang yang sangat religius. Sampai-sampai ia mencoba membujukku untuk pindah agama. Sering percakapan kami mengarah ke agama dan suatu hari saat ia mulai mengeluarkan berbagai argumen yang memojokkan agamaku aku pun mengambil langkah pasti. Hubungan itu aku sudahi. Menurut logikaku, sudah seharusnya sepasang insan saling menghargai perbedaan yang ada di antara mereka. Tetapi ternyata keputusanku untuk menyudahi hubungan tidak berakhir begitu saja. Si cowok satu ini malah mengancam akan bunuh diri. Dia datang ke rumah dengan alasan untuk menyapaku terakhir kalinya. What??? It was insane. And he was crazy. One of the handsome men but crazy.

Sosok cowok tampan lain yang pernah dekat denganku sempat bertahan cukup lama. Lima tahun. Oh bukan cukup sepertinya. Memang lama. Seorang yang tidak hanya dianugrahi ketampanan tetapi juga kepandaian. Sering menjadi juara kelas pada saat sekolah dan berhasil menyelesaikan SMU hanya dua tahun. Calon dokter dan saat ini sedang mengejar impiannya menjadi spesialis. Cukup tentang kehebatannya. Banyak orang yang bertanya mengapa hubungan kami berakhir. Janggal mendengar lima tahun dibuang begitu saja. Tetapi ya inilah yang terjadi. Ia pergi memilih bersama wanita yang sempat dekat dengannya saat kami masih berhubungan. Sakit hati? Tentu saja. Aku cuma manusia biasa. Namun banyak hikmah yang bisa dipetik dari kejadian waktu itu. Salah satunya mengenai kepercayaan. Sulit meletakkan kepercayaan pada seseorang. Dan ketika dikhianati, membangun suatu tonggak kepercayaan menjadi lebih sulit dari yang kuperkirakan. One of the handsome men but he can't be trusted...

So...this is what I'm thinking right now...
Wajah tampan tidaklah menjanjikan sosok yang baik. Bahkan wajah sekelas Lee Min Ho sekalipun tidak memberikan kepastian memiliki kepribadian yang matang. Tetapi ketika seorang pria bersikap dewasa dan bertanggung jawab, saat itu penampilannya akan menunjukkan ketampanan dengan sendirinya. Tidak hanya wanita yang bisa memiliki inner beauty. Namun aku yakin pria juga sama.

Senin, 01 November 2010

I'm 25 Years Old!!!

25 tahun...
Seperempat abad...

Di usia ini rasanya seperti berada pada persimpangan jalan. Bimbang mulai merasuki jiwa dalam menentukan berbagai pilihan yang bisa dilakukan dalam hidup ini. Usia yang tidak lagi muda untuk berpikir. Namun tampaknya berpikir sebagai orang tua belum saatnya juga.

Ketika aku melirik ke sekitarku, aku mendapatkan banyak rekan-rekan seusiaku yang sudah menapaki pintu karier bahkan mulai menjajaki kursi puncak dalam karier mereka. Ya...tentu bukanlah mereka yang berada di satu profesi denganku. Hmm belum bisa aku sebut profesi sepertinya. Untuk mendapatkan gelar di depan namaku saat ini ternyata tidaklah semudah yang aku pikir. Berbagai rintangan harus aku lalui. Dan dalam waktu beberapa bulan di depan aku masih harus mengikuti berbagai prosedur sebelum gelar itu diserahkan padaku. Sudah bisakah ditebak aku mengambil jalur pendidikan apa? Dari sekian disiplin ilmu yang ditawarkan oleh universitas-universitas di muka bumi ini, jurusan yang aku ambil memiliki waktu pendidikan terlama. Yup! Kedokteran. Medical. Empat tahun preklinik. Lulus sebagai Sarjana Kedokteran. Dua tahun pendidikan profesi. Baru bisa dipanggil "Dok..."

And now here I am. Setelah aku menyelesaikan pendidikan profesiku, ternyata masih ada yang harus dijalani terlebih dahulu sebelum namaku berubah menjadi dr Anatasia Noorsaputera. Wow I never imagine everyone call me Doc...

Menurut peraturan terakhir yang diberitahukan via universitas, setelah selesai menjalankan pendidikan profesi para calon dokter wajib mengikuti ujian kompetensi yang dilaksanakan oleh pemerintah. Tetapi syarat untuk mengikuti ujian ini, para calon dokter wajib mengikuti tryout yang dilaksanakan sebulan sebelumnya. Pendaftaran untuk tryout dibuka sebulan sebelum tryout dilakukan. Dan syarat untuk ikut tryout para calon dokter sudah selesai mengikuti pendidikan profesinya dan mendapatkan surat kelulusan sementara dari universitas. Untuk mendapatkan surat kelulusan tersebut, universitas akan mengadakan rapat besar yang melibatkan para konsulen pendidik dari setiap divisi Rumah Sakit tempat pendidikan profesi dari para calon dokter. Rapat tersebut disebut Rapat Yudisium.

Begitu rumitnya persyaratan yang harus dijalankan. Hal ini sangat memakan waktu yang terasa cepat tetapi juga lambat. Perlukah kesabaran ditingkatkan? Akankah kesabaran membuahkan hasil yang sesuai dengan harapanku? Akankah peluang membangun karierku yang sepertinya 'terlambat' dibanding rekan-rekanku berjalan mulus setelah ini? Jika aku teruskan pertanyaan-pertanyaan di dalam otakku tentu saja tidak akan selesai aku tuliskan disini.

25 tahun...
Seperempat abad...

Aku masih di tempat. Belum menapaki apa-apa. Berdiri tetapi belum berani bergerak. Berdoa. Dan berdoa. Baru itu yang aku lakukan.
*Sigh*

Sabtu, 21 Maret 2009

Pediatric's

Selama 11 minggu ada di siklus Anak, bener2 mengaduk suasana hati. Senang, sedih, tegang, marah, sebel, cape, ngantuk...eh bukan suasana hati lagi yah hehe...
Yang pasti kebersamaan dengan teman2 seperjuangan yang membuat semuanya jadi terasa 'berisi' dan menyenangkan. Siklus ini siklus pertamaku. Dan tentu saja ujian pertama yang harus aku lewati. Tanpa teman2 di samping, pasti aku udah roboh...boh...


Lucu sih melihat kepolosan anak-anak kecil dan rasanya senang melihat mereka yang awalnya menangis karena sakit lalu bisa pulang dengan senyum. Tetapi pressure yang dikasi oleh para konsulen membuat kelucuan tadi jadi ilang...
Yang pasti aku lega sudah berhasil melewati siklus ini dengan baik. Tapi kangen dengan semua kebersamaan kita...

Hati yang Galau

Saat hati gundah, semua terasa hambar...cita rasa duniawi layaknya angin yang berlalu tanpa menyapa.
Dasar hatiku bergejolak mengingat setiap masalah yang menggantung.
Ingin segera keluar dan mengakhiri dengan senyum namun entahlah...
Aku tidak berani berucap. Aku tidak berani bermimpi.
Aku hanya bisa mengirim untaian doa pada Yang di Atas.
Bersimpuh memohon ampun atas semua keegoisanku dan berharap akan secercah cahaya 'tuk terangi jiwaku.
Jikalau Engkau mengijinkan, aku ingin hidup bersamanya...saat ini...esok...dan hingga waktu berhenti.