Tiba-tiba aku teringat akan masa-masa SMA dulu. Aku memang tidak pernah bercita-cita masuk ke sekolah Santa Ursula. Ya maklum, dulu aku sering dengar isu tentang sulitnya pelajaran di sekolah ini dan banyaknya peraturan yang membuat murid-muridnya tidak bebas. Bayanganku masa SMA yang seharusnya indah pasti jadi mimpi buruk jika aku masuk kesana. Tetapi orangtuaku tidak sependapat. Ya jika aku nanti menjadi orangtua mungkin aku akan berpikir sama dengan mereka. Siapa sih yang tidak mau anaknya menjadi terpelajar? Dengan reputasi sekolah yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, tentu orangtuaku sangat mengharapkan aku bisa bersekolah di Santa Ursula. Apalagi setelah mengetahui sekolah tersebut dibuka di BSD. Dekat dengan rumah kami. Tanpa basa basi lagi, mereka pun langsung mendaftarkan aku. Tanpa bertanya pendapatku lagi. Dan aku hanya bisa pasrah.
Tapi siapa sangka aku bisa melewati ujian masuknya. Bahkan saat pengumuman...hmm ini menarik. Nomor-nomor pendaftaran calon siswa-siswi yang diterima ditulis di papan tulis besar dan dipajang di depan pintu masuk SMP dan SMA. Hari itu memang ujian masuk SMP dan SMA dilaksanakan bersamaan. Aku datang bersama Papi, Mami, Opa, Oma, dan tante. Seperti mau nonton pertunjukan teater saja. Tetapi waktu itu kita sempat salah melihat papan. Kami masuk ke halaman depan pintu masuk SMP. Untung saja kami sadar sebelum salah lebih jauh lagi. Halaman sekolah sudah penuh dengan para orangtua dan anaknya yang berdesakan untuk melihat pengumuman. Ya tapi Puji Tuhan nomorku tercantum di papan tulis itu. Tentu saja semua yang mengantarkanku senang. Seperti menang lotere. Dalam hatiku waktu itu inilah awal dari mimpi burukku.
Tetapi jika aku sekarang mengingat masa-masa SMA, aku merasa rindu dan memang sepertinya benar kata orang. Masa SMA memang sulit untuk dilupakan. Banyak cerita yang menemani perjalananku selama di Sanur (Santa Ursula-red).
Mulai dari orientasi sekolah selama 3 hari dimana akhirnya kita bisa mengetahui kenapa banyak orang yang menyebut Sanur terkenal dengan susternya yang galak. Suster Francesco, suster kelahiran 17 Februari 1934 ini memang terkenal sebagai icon Sanur. Tanpa beliau rasanya Sanur jadi hambar...Sewaktu briefing di hall pernah salah satu temanku dipanggil ke depan oleh Suster. Alasannya satu. Rambutnya yang panjang terurai tidak diikat. Alhasil temanku merasakan bagaimana dijambak oleh Suster.
Sudah sering rasanya mendengar teriakan Suster memecah kesunyian siang. Di kala mata menahan kantuk, tiba-tiba teriakan tersebut bisa membuatku terjaga kembali. Padahal teriakan itu bukan ditujukan untukku. Dan pernah juga saat pendaftaran ulang, salah satu temanku terlambat datang. Beliau langsung mengusir temanku itu dan tidak mau menerima pendaftaran ulangnya. Suster sempat membuat buku biography, setelah bukunya terbit kami diminta untuk membacanya dan menonton siaran wawancara Suster tentang bukunya tersebut di Metro tv.
Suster itu galak, tegas, dan disegani. Namun seperti yang kusebut di awal, Sanur tanpa Suster rasanya pasti hambar...
Kantin Sanur tidak memiliki meja dan kursi seperti kantin-kantin yang lain. Ini cukup menarik. Kami hanya disediakan hall yang cukup luas untuk menampung siswa-siswi Sanur. Dan disanalah kami duduk beralaskan lantai. Aku masih ingat dengan satu kejadian. Waktu itu harga makanan di kantin tiba-tiba melonjak naik. Hal ini cukup mengganggu kami karena terbatasnya keuangan kami sebagai pelajar. Entah ide darimana, tapi suatu hari pas istirahat hampir semua anak turun ke hall membawa perlengkapan makan dan bekal masing-masing. Kami makan di depan kantin. Tidak ada dari kami yang membeli makanan di kantin. Hmm ternyata aksi kami cukup mendapat respon dari para guru. Dan beberapa hari kemudian harga makanan pun mulai disesuaikan kembali.
Hmm sepertinya msh byk kejadian di Sanur yang bisa bikin tertawa, terharu, dan marah. Tetapi rasanya tidak cukup menaruh semuanya sekarang. Kali ini aku akan mengakhiri tulisanku dengan menyampaikan sedikit perasaanku...I miss my time in Sanur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar